Perbedaan Sabun Cold Process (CP) vs Hot Process (HP): Mana yang Lebih Baik?

Perbedaan Sabun Cold Process (CP) vs Hot Process (HP): Mana yang Lebih Baik?

Kalau kamu memasuki dunia persabunan, kamu akan sering mendengar istilah cold dan hot process. Sebetulnya apa sih artinya?

Singkatnya, cold process dan hot process ini adalah metode atau cara pembuatan sabun yang paling populer. Kalau dari pengalamanku, dua metode ini mewakili dua kubu yang berbeda dengan pridenya masing-masing (kira-kira kalau di dunia fotografi seperti geng Canon dan geng Nikon). Terus, apa bedanya dan sebaiknya pilih yang mana ya?

Perbedaan mendasar dari kedua metode ini adalah heat source atau sumber panasnya. Cold process mengandalkan panas internal dari reaksi kimia, sedangkan hot process mengandalkan sumber panas eksternal, misalnya dari slow cooker atau microwave.

Dua-duanya sama-sama menghasilkan sabun yang baik dengan keunikannya masing-masing. Langsung aja yuk kita bahas lebih detail keunikan dari kedua metode ini.

Sabun Cold Process (CP)

Cold process adalah metode pembuatan sabun yang sumber panasnya dihasilkan secara internal, hanya dari reaksi kimia antara minyak dengan alkali tanpa sumber panas dari luar. Reaksi kimia (saponifikasi) tersebut menghasilkan panas dengan suhu tinggi, bisa mencapai ±85° C.

Waktu yang dibutuhkan untuk membuat sabun dengan metode ini kurang lebih 15-20 menit sampai sabun dimasukkan ke dalam cetakan.

Pada metode cold process, proses saponifikasi berlangsung sampai dengan 48 jam. Artinya, walaupun adonan sabun sudah dituang ke cetakan, soda api masih bertahan dan proses saponifikasi masih terus berlanjut. Baru setelah 2-3 hari soda api akan hilang sepenuhnya dan secara teknis sabun aman digunakan.

Sabun cold process membutuhkan curing time 4-6 minggu untuk menghilangkan berat airnya. Tujuannya menghasilkan sabun yang tahan lama.

Keunggulan dari metode ini adalah kekentalan adonan sabun bisa diatur sesuai keinginan, sehingga kita bisa mendesain sabun, membuat layering dan swirling dengan leluasa. Secara visual, sabun cold process punya penampilan yang cantik dan permukaan yang sangat halus dengan warna yang merata. Biasanya hal inilah yang membuat sebagian besar soapmaker memilih metode cold process.

Sayangnya, ada beberapa kelemahan dari metode ini. Pertama, ingat bahwa proses saponifikasi mencapai puncaknya saat sabun berada di dalam cetakan; suhu akan naik tinggi sampai dengan 85° C. Nah, beberapa bahan tambahan dan ekstrak yang terpapar suhu tinggi dipercaya tidak bisa bertahan manfaatnya.

Kedua, metode cold process membutuhkan fragrance ataupun essential oils 5-6% dari berat minyak (lebih banyak dari hot process yang cukup menggunakan 2-4% saja). Sebagai catatan, fragrance/essential oils adalah komponen termahal dalam membuat sabun.

Ketiga, membersihkan peralatan sabun cold process cukup ribet, karena adonan sabun masih mengandung soda api. Pilihannya adalah menggunakan lap microfiber, atau mendiamkan peralatan 2-3 hari (kecuali stick blender) sebelum dicuci.

Sabun Hot Process (HP)

Metode hot process mengandalkan sumber panas internal dan terutama eksternal. Pada metode ini, sabun ‘dimasak’ untuk mempercepat proses saponifikasi. Ada berbagai cara memasak sabun yaitu menggunakan double boiler, oven, microwave, dan yang populer menggunakan crockpot atau slow cooker.

Waktu yang dibutuhkan untuk membuat sabun dengan metode ini ±30 menit sampai sabun dimasukkan ke dalam cetakan. Tetapi ada juga satu teknik dalam metode ini yang disebut HTHP (High Temperature Hot Process), yang hanya membutuhkan waktu 10-15 menit.

Pada metode hot process, saponifikasi dipaksa terjadi dan dipercepat; suhu sangat tinggi bisa mencapai ±104° C. Artinya, soda api akan hilang sepenuhnya saat sabun selesai dimasak dan secara teknis sabun aman digunakan tanpa harus menunggu beberapa hari. Ingat untuk selalu cek pH sabun menggunakan pH strip ataupun pH meter.

Walaupun bisa langsung digunakan, sabun tetap membutuhkan curing time 4 minggu untuk menghilangkan berat airnya. Tujuannya menghasilkan sabun yang tahan lama. Metode hot process hanya mempercepat proses saponifikasi, tapi nggak mempercepat curing time.

Ada beberapa keunggulan dari metode ini. Pertama, perlu diingat bahwa saat sabun dimasak, proses saponifikasi akan mencapai puncaknya dan selanjutnya suhu akan terus menurun. Jadi, manfaat dari bahan tambahan dan ekstrak yang dimasukkan ke dalam adonan sabun dipercaya bisa bertahan.

Kedua, kita bisa menentukan superfat sesuai keinginan, misalnya spesifik menambahan shea butter, rosehip oil, ataupun luxury oil lainnya. Sedangkan pada cold process, kita nggak bisa menentukan minyak mana yang akan bertahan sebagai superfat.

Ketiga, fragrance/essential oil yang dibutuhkan untuk hasil maksimal pada sabun sekitar 2-4% dari berat minyak, lebih sedikit dibanding cold process.

Terakhir, membersihkan peralatan sabun lebih praktis dan bisa dilakukan saat itu juga. Hanya perlu dibilas, karena adonan sudah menjadi sabun.

Sayangnya, ada satu kelemahan hot process yang menurutku cukup signifikan. Adonan sabun cenderung kental dan permukaannya cepat kering, sangat sulit untuk membuat desain layer ataupun swirl. Secara visual, sabun hot process punya penampilan rustic dengan permukaan yang nggak mulus dan lebih ‘berantakan’, jauh dibandingkan dengan sabun cold process. Tentunya hal ini hanya masalah estetika, tidak berpengaruh pada fungsi sabun. Tetapi, untuk sebagian soapmaker, hal ini punya bobot negatif yang besar.

Aku pribadi mengawali perjalanan sabunku dengan metode cold process, dan saat ini memilih untuk fokus membuat sabun dengan metode hot process. Pada prinsipnya, metode hot process mempercepat saponifikasi sehingga sabun bisa langsung digunakan tanpa harus menunggu beberapa hari. Tetapi, sabun hot process maupun cold process sama-sama butuh curing minimal 4 minggu.

Bicara tentang cold process dan hot process, aku jadi teringat tentang istilah ‘form follows function’, yaitu aliran yang berprinsip bahwa fungsi adalah hal terpenting dari sebuah objek; bentuk atau tampilannya menyesuaikan saja. Kebalikan dari aliran tersebut adalah ‘function follows form’, dengan prinsip bahwa yang utama dari sebuah objek adalah visual atau bentuknya.

Jadi mana yang lebih baik, cold atau hot process? Jawabannya bisa berbeda-beda antara satu soapmaker dengan lainnya. Metode cold process dan hot process punya keunikan masing-masing, mau pilih yang mana tergantung preferensi pribadi. Yang terpenting, kedua metode tersebut sama-sama menghasilkan sabun yang baik bagi kulit dan juga lingkungan.

Kalau Teman Tentrem gimana, pilih sabun cold process atau hot process?

2 responses

  1. […] lain untuk menghindari overheating adalah membuat sabun menggunakan metode hot process. Pada metode ini sabun dimasak, sehingga suhu sabun tertinggi terjadi saat sabun berada di dalam […]

  2. […] Manfaat beberapa bahan tambahan/ekstrak dipercaya nggak bisa bertahan. Info lebih lanjut di sini– Proses bersih-bersih lebih ribet karena adonan masih mengandung alkali– Butuh waktu […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *